DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 14 ayat (4), Pasal
15 ayat (4), Pasal 27 ayat (2), Pasal 61, dan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang‑Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang‑Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan
Undang-Undang tentang Yayasan;
1. Pasal 5
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4132)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4430);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Nama
Yayasan adalah nama diri dari Yayasan yang bersangkutan.
2. Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Yayasan atau lebih untuk
menggabungkan diri dengan Yayasan lain yang mengakibatkan beralihnya karena
hukum semua aktiva dan pasiva dari Yayasan yang menggabungkan diri kepada
Yayasan yang menerima penggabungan dan Yayasan yang menggabungkan diri bubar
karena hukum tanpa diperlukan likuidasi.
3. Daftar
Yayasan adalah daftar yang diadakan oleh Menteri yang memuat catatan resmi
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Yayasan.
4. Undang-Undang
adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
5. Orang
Indonesia adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia.
6. Orang
Asing adalah orang perseorangan asing atau badan hukum asing.
7. Menteri
adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
BAB
II
PEMAKAIAN
NAMA YAYASAN
Pasal
2
(1) Setiap Yayasan harus mempunyai nama diri.
(2) Nama
Yayasan yang telah didaftar dalam Daftar Yayasan tidak boleh dipakai oleh
Yayasan lain.
(3) Nama
Yayasan dari Yayasan yang telah berakhir status badan hukumnya harus
diberitahukan kepada Menteri untuk dihapus dari Daftar Yayasan oleh likuidator,
kurator, atau Pengurus Yayasan.
Pasal
3
(1) Kata "Yayasan" hanya dapat dipakai
oleh:
a. Yayasan yang diakui sebagai badan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang; dan
b. Yayasan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang.
(2) Kata
"Yayasan" sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan di depan
Nama Yayasan yang bersangkutan.
(3) Dalam
hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat
ditambahkan setelah kata "Yayasan".
(4) Kata
"wakaf" tidak dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan" jika
Yayasan bukan sebagai Nazhir.
Pasal
4
(1) Pemakaian Nama Yayasan ditolak jika:
a. sama dengan Nama Yayasan lain yang telah terdaftar
lebih dahulu dalam Daftar Yayasan; atau
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau
kesusilaan.
(2) Ketentuan
mengenai alasan penolakan pemakaian Nama Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berlaku juga bagi Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)
Undang‑Undang yang memberitahukan kepada Menteri mengenai penyesuaian Anggaran
Dasar Yayasan yang bersangkutan.
(3) Dalam
hal pemakaian Nama Yayasan ditolak berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Yayasan dapat mengajukan pemakaian nama lain.
Pasal
5
(1) Nama Yayasan dicatat dalam Daftar Yayasan
apabila:
a. akta
pendirian Yayasan telah disahkan oleh Menteri;
b. Anggaran Dasar Yayasan telah disesuaikan
dengan Undang-Undang dan penyesuaian tersebut telah diberitahukan kepada
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang; atau
c. akta perubahan Anggaran Dasar yang memuat
perubahan Nama Yayasan telah disetujui oleh Menteri.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Daftar Yayasan diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB
III
KEKAYAAN
AWAL YAYASAN
Pasal
6
(1) Jumlah
kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia, yang berasal dari
pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Jumlah
kekayaan awal Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama
Orang Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri,
paling sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
7
Pemisahan harta
kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus disertai surat pernyataan
pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan yang dipisahkan tersebut dan bukti
yang merupakan bagian dari dokumen keuangan Yayasan.
BAB
IV
PENDIRIAN
YAYASAN BERDASARKAN SURAT WASIAT
Pasal
8
Pendirian Yayasan
berdasarkan surat wasiat harus dilakukan dengan surat wasiat terbuka.
Pasal
9
Pendirian Yayasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan sebagai berikut:
a. pendirian
Yayasan langsung dimuat dalam surat wasiat yang bersangkutan dengan
mencantumkan ketentuan Anggaran Dasar Yayasan yang akan didirikan; atau
b. pendirian
Yayasan dilaksanakan oleh pelaksana wasiat sebagaimana diperintahkan dalam
surat wasiat oleh pemberi wasiat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah ini.
BAB
V
SYARAT
DAN TATA CARA PENDIRIAN YAYASAN OLEH ORANG ASING
Pasal
10
(1) Orang
Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia dapat mendirikan Yayasan sesuai
dengan ketentuan Undang‑Undang dan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Yayasan
yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia selain
berlaku Peraturan Pemerintah ini berlaku juga ketentuan peraturan perundang‑undangan
lain.
Pasal
11
(1) Yayasan
yang didirikan oleh orang perseorangan asing harus memenuhi persyaratan dokumen
sebagai berikut:
a. identitas pendiri yang dibuktikan dengan
paspor yang sah;
b. pemisahan sebagian harta kekayaan pribadi
pendiri yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan
pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan
c. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan
Yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia.
(2) Yayasan
yang didirikan oleh badan hukum asing harus memenuhi persyaratan dokumen
sebagai berikut:
a. identitas badan hukum asing pendiri Yayasan
yang dibuktikan dengan keabsahan badan hukum pendiri Yayasan tersebut;
b. pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri
yang dijadikan kekayaan awal Yayasan paling sedikit senilai Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan
hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut; dan
c. surat pernyataan dari pengurus badan hukum
yang bersangkutan bahwa kegiatan Yayasan yang didirikan tidak merugikan
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Pasal
12
(1) Yayasan
yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang Indonesia, salah
satu anggota Pengurus yang menjabat sebagai ketua, sekretaris, atau bendahara
wajib dijabat oleh warga negara Indonesia.
(2) Anggota
Pengurus Yayasan yang didirikan oleh Orang Asing atau Orang Asing bersama Orang
Indonesia wajib bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Anggota
Pengurus Yayasan yang berkewarganegaraan asing harus pemegang izin melakukan
kegiatan atau usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu
Izin Tinggal Sementara.
(4) Anggota
Pengurus Yayasan yang berkewarganegaraan asing yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), karena hukum berhenti dari jabatannya.
(5) Dalam
hal terjadi kekosongan anggota Pengurus yang menjabat sebagai ketua,
sekretaris, atau bendahara dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal terjadinya lowongan jabatan tersebut harus sudah
diangkat penggantinya.
Pasal
13
(1) Anggota
Pembina dan anggota Pengawas Yayasan yang berkewarganegaraan asing, jika
bertempat tinggal di Indonesia harus pemegang izin melakukan kegiatan atau
usaha di wilayah negara Republik Indonesia dan pemegang Kartu Izin Tinggal
Sementara.
(2) Anggota
Pembina dan anggota Pengawas Yayasan yang berkewarganegaraan asing yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum harus
meninggalkan wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal
14
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (1) tidak
berlaku bagi pejabat korps diplomatik beserta keluarganya yang ditempatkan di
Indonesia.
BAB
VI
TATA
CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN
DAN
PERSETUJUAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN
Pasal
15
(1) Permohonan
pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan hukum Yayasan
diajukan kepada Menteri oleh pendiri atau kuasanya melalui notaris yang membuat
akta pendirian Yayasan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampiri:
a. salinan
akta pendirian Yayasan;
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang
telah dilegalisir oleh notaris;
c. surat pernyataan tempat kedudukan disertai
alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui
oleh lurah atau kepala desa setempat;
d. bukti penyetoran atau keterangan bank atas
Nama Yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang memuat keterangan nilai
kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal untuk mendirikan Yayasan;
e. surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan
kekayaan awal tersebut;
f. bukti penyetoran biaya pengesahan dan
pengumuman Yayasan.
(3) Pengajuan
permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan untuk memperoleh status badan
hukum Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada
Menteri paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
Yayasan ditandatangani.
Pasal
16
(1) Permohonan
persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan mengenai nama dan kegiatan Yayasan
diajukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris
yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampiri:
a. salinan
akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang
telah dilegalisir oleh notaris; dan
c. bukti penyetoran biaya persetujuan perubahan
Anggaran Dasar dan pengumumannya.
Pasal
17
Perubahan Anggaran
Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, mulai berlaku sejak tanggal
persetujuan Menteri.
BAB
VII
TATA
CARA PEMBERITAHUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN
PERUBAHAN DATA YAYASAN
Pasal
18
(1) Pemberitahuan
perubahan Anggaran Dasar Yayasan selain perubahan nama dan kegiatan Yayasan
disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan untuk dicatat dalam Daftar
Yayasan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilampiri:
a. salinan
akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
b. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang
telah dilegalisir oleh notaris;
c. bukti penyetoran biaya penerimaan
pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dan pengumumannya.
(3) Selain
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Yayasan yang:
a. mengubah tempat kedudukan harus melampirkan
surat pernyataan tempat kedudukan Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus
Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;
b. memperoleh bantuan negara, bantuan luar
negeri, dan/atau pihak lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
atau lebih dalam 1 (satu) tahun buku atau mempunyai kekayaan di luar harta
wakaf sebesar Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih harus
melampirkan pengumuman surat kabar yang memuat ikhtisar laporan tahunan dan
tembusan hasil audit laporan tahunan.
Pasal
19
(1) Pemberitahuan
perubahan data Yayasan disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau
kuasanya dengan melampirkan dokumen yang memuat perubahan tersebut.
(2) Perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal perubahan data
dicatat dalam Daftar Yayasan.
BAB
VIII
SYARAT
DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN NEGARA KEPADA YAYASAN
Pasal
20
(1) Bantuan
negara adalah bantuan dari negara kepada Yayasan yang didirikan oleh Orang
Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah.
(2) Bantuan
negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Bantuan
negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pasal
21
(1) Bantuan
negara hanya dapat diberikan kepada Yayasan jika Yayasan memiliki program kerja
dan melaksanakan kegiatan yang menunjang program Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah.
(2) Bantuan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan alokasi dana
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, dan dapat dalam bentuk:
a. uang;
dan/atau
b. jasa dan/atau bentuk lain yang dapat dinilai
dengan uang yang dilakukan dengan cara hibah atau dengan cara lain.
(3) Pelaksanaan
pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal
22
(1) Bantuan
negara kepada Yayasan dapat diberikan tanpa adanya permohonan atau atas dasar
permohonan dari Yayasan.
(2) Bantuan
negara kepada Yayasan yang diberikan tanpa adanya permohonan dari Yayasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Bantuan
negara yang diberikan kepada Yayasan atas dasar permohonan, diajukan secara
tertulis oleh Pengurus Yayasan kepada:
a. menteri atau pimpinan lembaga pemerintah
nondepartemen yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan
kegiatan Yayasan; atau
b. gubernur, bupati, atau walikota di tempat
kedudukan Yayasan dan/atau di tempat Yayasan melakukan kegiatannya.
(4) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dokumen:
a. fotokopi Keputusan Menteri mengenai status
badan hukum Yayasan;
b. fotokopi Keputusan Menteri mengenai
persetujuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, surat penerimaan pemberitahuan
perubahan Anggaran Dasar Yayasan, dan/atau surat penerimaan pemberitahuan
perubahan data Yayasan, jika ada;
c. fotokopi Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia yang memuat Anggaran Dasar Yayasan;
d. keterangan mengenai nama lengkap dan alamat
Pengurus Yayasan;
e. fotokopi laporan keuangan Yayasan selama 2
(dua) tahun terakhir secara berturut-turut sesuai dengan Undang-Undang;
f. keterangan mengenai program kerja Yayasan
yang sedang dan akan dilaksanakan; dan
g. pernyataan tertulis dari instansi teknis yang
berwenang di bidang kegiatan Yayasan.
(5) Menteri
terkait atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau
walikota meneliti kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
mencari fakta atau keterangan tentang keadaan Yayasan yang bersangkutan dari
pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.
(6) Selain
fakta atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), masyarakat dapat pula
menyampaikan data atau keterangan secara tertulis kepada menteri terkait atau
pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota
mengenai Yayasan yang akan menerima bantuan negara dengan cara mengemukakan
fakta yang diketahuinya.
Pasal
23
Menteri terkait
atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota
dilarang memberikan bantuan negara kepada Yayasan jika bantuan tersebut akan
memberikan keuntungan kepada:
a. perusahaan
yang secara langsung atau tidak langsung dimiliki atau dikendalikan oleh
Pembina, Pengurus, Pengawas, atau pelaksana harian Yayasan; atau
b. orang
atau badan usaha mitra kerja Yayasan atau pihak lain yang menerima penyertaan
dari Yayasan.
Pasal
24
(1) Yayasan
yang menerima bantuan negara wajib membuat dan menyampaikan laporan tahunan
Yayasan setiap 1 (satu) tahun sekali kepada menteri terkait atau pimpinan
lembaga pemerintah nondepartemen, gubernur, bupati, atau walikota yang
memberikan bantuan tersebut.
(2) Laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi laporan kegiatan dan
laporan keuangan.
Pasal
25
(1) Bantuan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat digunakan oleh Yayasan sesuai
dengan maksud dan tujuan serta kegiatan Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar dan
sesuai dengan program kerja Yayasan.
(2) Penggunaan
bantuan negara yang telah diterima oleh Yayasan tetapi tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab anggota Pengurus
Yayasan secara tanggung renteng.
(3) Bantuan
negara yang diterima oleh Yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas, atau pihak
lain.
(4) Tanggung
jawab perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak menghapus
tanggung jawab pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
IX
SYARAT
DAN TATA CARA YAYASAN ASING MELAKUKAN KEGIATAN
DI
INDONESIA
Pasal
26
(1) Yayasan
asing dapat melakukan kegiatan di Indonesia hanya di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan.
(2) Yayasan
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melakukan kegiatannya di
Indonesia harus bermitra dengan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia
yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan yayasan asing tersebut.
(3) Kemitraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus aman dari aspek politis, yuridis,
teknis, dan sekuriti.
(4) Kemitraan
antara yayasan asing dan Yayasan yang didirikan oleh Orang Indonesia dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
X
TATA
CARA PENGGABUNGAN YAYASAN
Pasal
27
(1) Penggabungan
Yayasan dilakukan dengan cara penyusunan usul rencana Penggabungan oleh
Pengurus masing-masing Yayasan.
(2) Usul
rencana Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. keterangan mengenai Nama Yayasan dan tempat
kedudukan Yayasan yang akan melakukan Penggabungan;
b. penjelasan dari masing-masing Yayasan
mengenai alasan dilakukannya Penggabungan;
c. ikhtisar laporan keuangan Yayasan yang akan
melakukan Penggabungan;
d. keterangan mengenai kegiatan utama Yayasan
dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku
yang sedang berjalan;
f. cara penyelesaian status pelaksana harian,
pelaksana kegiatan, dan karyawan Yayasan yang akan menggabungkan diri;
g. perkiraan
jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
h. keterangan mengenai nama anggota Pembina,
Pengurus, dan Pengawas; dan
i. rancangan perubahan Anggaran Dasar Yayasan
yang menerima Penggabungan, jika ada.
Pasal
28
(1) Rencana
Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 merupakan bahan
penyusunan rancangan akta Penggabungan oleh Pengurus Yayasan yang akan
melakukan Penggabungan.
(2) Rancangan
akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan
dari Pembina masing‑masing Yayasan.
(3) Rancangan
akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam akta
Penggabungan yang dibuat di hadapan notaris, dalam bahasa Indonesia.
Pasal
29
(1) Dalam
hal Penggabungan Yayasan tidak diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar maka
Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta
Penggabungan kepada Menteri.
(2) Penggabungan
mulai berlaku terhitung sejak tanggal penandatanganan akta Penggabungan atau
tanggal yang ditentukan dalam akta Penggabungan.
(3) Tanggal
yang ditentukan dalam akta Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus lebih akhir dari tanggal akta Penggabungan.
Pasal
30
Dalam hal
Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar, akta perubahan
Anggaran Dasar disusun oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dan
harus mendapat persetujuan dari Pembina yang menerima Penggabungan.
Pasal
31
(1) Dalam
hal Penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran Dasar yang tidak
memerlukan persetujuan Menteri, Pengurus Yayasan wajib memberitahukan perubahan
Anggaran Dasar kepada Menteri dengan dilampiri salinan akta perubahan Anggaran
Dasar dan salinan akta Penggabungan.
(2) Perubahan
Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak
tanggal pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar diterima Menteri atau tanggal
kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan.
Pasal
32
(1) Dalam
hal Penggabungan Yayasan disertai perubahan Anggaran Dasar yang mencakup
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang‑Undang, Pengurus
Yayasan yang menerima Penggabungan wajib menyampaikan akta perubahan Anggaran
Dasar kepada Menteri untuk mendapat persetujuan, dengan dilampiri salinan akta
perubahan Anggaran Dasar dan salinan akta Penggabungan.
(2) Penggabungan
Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal
perubahan Anggaran Dasar disetujui oleh Menteri atau tanggal kemudian yang
ditetapkan dalam persetujuan Menteri.
Pasal
33
Hasil Penggabungan
Yayasan wajib diumumkan oleh Pengurus Yayasan yang menerima Penggabungan dalam
1 (satu) surat kabar harian berbahasa Indonesia, paling lambat 30 (tiga puluh)
hari terhitung sejak tanggal Penggabungan berlaku.
BAB
XI
BIAYA
Pasal
34
Biaya pembuatan
akta pendirian dan/atau akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan ditetapkan
berdasarkan nilai ekonomis dan sosiologis sebagaimana diatur dalam Undang‑Undang
tentang Jabatan Notaris.
Pasal
35
Biaya pengesahan
akta pendirian, biaya persetujuan perubahan Anggaran Dasar, biaya penerimaan
pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar, dan pengumumannya dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
36
(1) Yayasan
yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan tidak diakui sebagai
badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang,
harus mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status
badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Akta
pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam premise aktanya disebutkan
asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan.
(3) Perbuatan
hukum yang dilakukan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ
Yayasan secara tanggung renteng.
Pasal
37
(1) Perubahan
Anggaran Dasar Yayasan yang diakui sebagai badan hukum menurut ketentuan Pasal
71 ayat (1) Undang-Undang dilakukan oleh organ Yayasan sesuai dengan Anggaran
Dasar Yayasan yang bersangkutan.
(2) Perubahan
Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
mengubah seluruh Anggaran Dasar Yayasan dan mencantumkan:
a. seluruh kekayaan Yayasan yang dimiliki pada
saat penyesuaian yang dibuktikan dengan:
1) laporan keuangan yang dibuat dan
ditandatangani oleh Pengurus Yayasan; atau
2) laporan keuangan yang telah diaudit oleh
akuntan publik bagi Yayasan yang laporan tahunannya wajib diaudit sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang;
b. data mengenai nama dari anggota Pembina,
Pengurus, dan Pengawas yang diangkat pada saat penyesuaian.
(3) Pemberitahuan
perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah
disesuaikan dengan Undang-Undang disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus
Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran
Dasar Yayasan.
(4) Pemberitahuan
perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri:
a. salinan
akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
b. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di
pengadilan negeri dan izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang
telah dilegalisir oleh notaris;
d. surat pernyataan tempat kedudukan disertai
alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh pengurus Yayasan dan diketahui
oleh lurah atau kepala desa setempat;
e. neraca Yayasan yang ditandatangani oleh semua
anggota organ Yayasan atau laporan akuntan publik mengenai kekayaan Yayasan
pada saat penyesuaian;
f. pengumuman surat kabar mengenai ikhtisar
laporan tahunan bagi Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan
Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 Undang-Undang; dan
g. bukti penyetoran biaya penerimaan
pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan dan pengumumannya.
Pasal
38
Perubahan Anggaran
Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 mulai berlaku sejak tanggal
dicatatnya perubahan Anggaran Dasar tersebut dalam Daftar Yayasan.
Pasal
39
Yayasan yang belum
memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang tidak dapat menggunakan kata
"Yayasan" di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat
(4) Undang-Undang dan harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa
hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68
Undang-Undang.
Pasal
40
(1) Yayasan
asing yang telah melakukan kegiatan di Indonesia sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Pasal 26 paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku.
(2) Yayasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 setelah lewat jangka waktu 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku
dapat dihentikan kegiatannya oleh instansi yang berwenang atau kejaksaan untuk
kepentingan umum.
Pasal
41
Yayasan yang
kekayaannya berasal dari bantuan negara yang diberikan sebagai hibah, bantuan
luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diterima sebelum Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku menjadi kekayaan Yayasan.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
42
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di
Jakarta
pada tanggal 23
September 2008
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO
BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 23
September 2008
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 134
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
63 TAHUN 2008
TENTANG
PELAKSANAAN
UNDANG‑UNDANG TENTANG YAYASAN
I. UMUM
Keberadaan Yayasan
dalam masyarakat untuk mencapai berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan tertentu
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan telah berkembang pesat dan makin
beragam coraknya. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menjamin kepastian dan
ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam
rangka mencapai kegiatan, maksud, dan tujuannya, telah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan Undang‑Undang
Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan.
Berdasarkan Undang-Undang
tersebut bahwa beberapa ketentuan perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. Ketentuan tersebut sebagaimana dimaksud dalam:
1. Pasal 9
ayat (4) mengenai biaya pembuatan akta notaris pendirian Yayasan.
2. Pasal 9
ayat (5) mengenai pendirian Yayasan oleh orang asing atau bersama-sama orang
asing serta mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan.
3. Pasal
14 ayat (4) mengenai jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari
kekayaan pribadi pendiri Yayasan.
4. Pasal 15 ayat (4) mengenai pemakaian nama
Yayasan.
5. Pasal
27 ayat (2) mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara kepada
Yayasan.
6. Pasal 61 mengenai tata cara penggabungan
Yayasan.
7. Pasal
69 ayat (2) mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing melakukan kegiatan di
Indonesia.
Bertitik tolak dari
hal tersebut di atas maka penyusunan pengaturan pelaksanaannya diatur dalam
satu Peraturan Pemerintah, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan
Undang-Undang tentang Yayasan. Hal tersebut dimaksudkan, agar Peraturan
Pemerintah ini dengan mudah dipahami oleh masyarakat khususnya pengguna.
Adapun pokok materi
muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang‑Undang
tentang Yayasan, meliputi:
1. Ketentuan Umum;
2. Pemakaian Nama Yayasan;
3. Kekayaan Awal Yayasan;
4. Pendirian Yayasan Berdasarkan Surat Wasiat;
5. Syarat dan Tata Cara Pendirian Yayasan oleh
Orang Asing;
6. Tata
Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Akta Pendirian dan Persetujuan Akta
Perubahan Anggaran Dasar Yayasan;
7. Tata
Cara Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Yayasan;
8. Syarat
dan Tata Cara Pemberian Bantuan Negara Kepada Yayasan;
9. Syarat
dan Tata Cara Yayasan Asing Melakukan Kegiatan di Indonesia;
10. Tata Cara Penggabungan Yayasan;
11. Biaya;
12. Ketentuan Peralihan; dan
13. Ketentuan Penutup.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "nama diri"
adalah nama dari Yayasan yang bersangkutan.
Contoh nama Yayasan, antara lain: Yayasan
Jhonson and Jhonson, Yayasan Al-Muttaqin, Yayasan Matahari, dan Yayasan Rumah
Abu Oei.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yayasan yang telah selesai likuidasinya,
diberitahukan kepada Menteri oleh likuidator.
Yayasan yang dinyatakan pailit dan telah
selesai likuidasinya, diberitahukan kepada Menteri oleh kurator.
Yayasan yang menggabungkan diri,
pembubarannya diberitahukan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan yang menerima
Penggabungan.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan "sama", adalah sama dalam pengucapan atau tulisan.
Dalam hal demikian maka nama tersebut dapat ditambah dengan nama desa, dan/atau
nama kabupaten/kota atau ditambah nama lain sebagai ciri pembeda dengan nama
yang sama dengan nama Yayasan tersebut, misalnya, "Yayasan Diponegoro
Semarang" berbeda dengan "Yayasan Diponegoro Buba'an Semarang".
Huruf b
Contoh:
- Nama
Yayasan yang bertentangan dengan ketertiban umum, misalnya Yayasan Togel.
- Nama
Yayasan yang bertentangan dengan kesusilaan, misalnya Yayasan Pekerja Seks
Komersial.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "Yayasan"
pada ayat ini termasuk Yayasan yang oleh ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang
tidak diakui sebagai badan hukum.
Yang dimaksud dengan "nama lain"
adalah nama yang berbeda dengan nama semula atau dengan menambahkan nama
desa/kelurahan, kecamatan, atau kata lainnya pada Nama Yayasan yang ditolak
tersebut sehingga tampak perbedaannya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "senilai" adalah
apabila harta kekayaan yang dipisahkan tidak dalam bentuk uang rupiah, nilai
harta kekayaan tersebut sama dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "senilai"
adalah apabila harta kekayaan yang dipisahkan tidak dalam bentuk uang rupiah,
nilai harta kekayaan tersebut sama dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 7
Yang
dimaksud dengan "keabsahan harta kekayaan" adalah harta kekayaan yang
diperoleh tidak dengan cara melawan hukum, misalnya, tindak pidana korupsi,
tindak pidana pencucian uang.
Pasal 8
Yang
dimaksud dengan "surat wasiat terbuka" adalah surat wasiat yang
dibuat di hadapan notaris sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "peraturan
perundang-undangan lain", misalnya, peraturan perundang-undangan di bidang
keimigrasian atau ketenagakerjaan.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "izin melakukan
kegiatan atau usaha", misalnya:
‑ izin
kerja;
‑ izin
melakukan penelitian;
‑ izin
belajar;
‑ izin
melakukan kegiatan keagamaan;
- izin usaha sesuai dengan Undang‑Undang
tentang Penanaman Modal.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Yang
dimaksud dengan "keluarganya" adalah suami atau istri beserta
anaknya.
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "perubahan data
Yayasan" adalah perubahan yang bukan merupakan perubahan Anggaran Dasar.
Contoh:
- Perubahan nama Pembina, Pengurus, dan/atau
Pengawas Yayasan.
- Perubahan alamat lengkap Yayasan yang
diberitahukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
- Yang dimaksud dengan "bantuan negara
dalam bentuk jasa", antara lain, berupa pelatihan, beasiswa atau pemberian
bantuan konsultasi yang dinilai dengan uang.
- Yang dimaksud dengan "bantuan negara
dalam bentuk lain" dapat berupa tanah, gedung, atau aset lain yang
dimiliki negara dan/atau daerah termasuk fasilitas yang diberikan oleh negara
dan/atau daerah.
- Yang dimaksud dengan "cara lain",
antara lain sewa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Yang
dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Pasal 24
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "1 (satu) tahun
sekali" adalah pada akhir tahun buku selama pemberian bantuan atau
penggunaan bantuan berlangsung.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Kegiatan di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang dimaksud dalam ketentuan ini tidak termasuk kegiatan
penelitian dan pengembangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "aspek
politis" adalah kegiatan yayasan harus sesuai dengan politik luar negeri
dalam bingkai dasar negara Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kebhinekaan
masyarakat Indonesia.
Yang dimaksud dengan "aspek
yuridis" adalah kegiatan yayasan asing tidak bertentangan dengan semua
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan "aspek
teknis" adalah kegiatan yayasan tesebut dapat terlaksana dengan baik di
lapangan.
Yang dimaksud dengan "aspek
sekuriti" adalah kegiatan yayasan tidak ditujukan untuk kegiatan intelejen
asing yang dapat merugikan keamanan bangsa dan negara.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "Anggaran Dasar
Yayasan yang bersangkutan" adalah Anggaran Dasar Yayasan yang diakui
sebagai badan hukum dan belum disesuaikan dengan Undang-Undang.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "seluruh
kekayaan Yayasan" adalah baik berupa kekayaan awal Yayasan maupun kekayaan
yang diperoleh setelah Yayasan didirikan sebagaimana tercantum dalam laporan
keuangan Yayasan pada saat penyesuaian, sehingga pada saat penyesuaian dapat
terjadi nilai seluruh kekayaan Yayasan kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Yang
dimaksud dengan "ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3)
Undang-Undang" adalah pemberitahuannya 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan
penyesuaian, dengan batas akhir penyesuaiannya 6 Oktober 2008.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "instansi yang
berwenang" adalah baik instansi yang memberikan izin untuk melakukan
kegiatan di Indonesia maupun instansi yang memberikan izin orang asing masuk ke
Indonesia.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4894
Tidak ada komentar:
Posting Komentar